BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam
perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan, tentu kerap
mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu-batu raksasa
hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya. Alhasil,
berdirilah bangunan fenomenal, seperti Candi Borobudur atau Candi Prambanan di
Indonesia ataupun jembatan di Cina yang menurut legenda menggunakan ketan
sebagai perekat.
Peristiwa tadi menunjukkan
dikenalnya fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti
sekarang, perekat dan penguat bangunan ini awalnya merupakan hasil percampuran
batu kapur dan abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi,
tepatnya di Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai
pozzuolana. Menyusul runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun
1100-1500 M) resep ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran.
Pada abad
ke-18 (ada juga sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton, seorang
insinyur asal Inggris menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa
ini. Dia membuat adonan dengan memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat
saat membangun menara suar Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris.
Material itu sendiri adalah benda
yang dengan sifat-sifatnya yang khas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin,
peralatan atau produk. Dan Sains material yaitu suatu cabang ilmu yang meliputi
pengembangan dan penerapan pengetahuan yang mengkaitkan komposisi,
struktur dan pemrosesan material dengan sifat-sifat kegunaannya. Semen termasuk
material yang sangat akrab dalam kehidupan kita sehari-hari.
1.2 Masalah dan Batasan Masalah
Dalam mengetahui kegiatan dalam proses pembuatan semen dan karakteristik dari
jenis-jenis semen dan kegunaannya terdapat beberapa masalah tentang proses pembuatan dan simulasi pembuatan material
tersebut, dimana setiap
proses tersebut terdapat pembatasan masalah yang diperlukan agar tidak
menyimpang dalam pembahasan mengenai semua komponen pembuatan material semen itu
sendiri.
1.2.1 Masalah
Perumusan
masalah pada laporan ini menjelaskan tentang tata
cara bekerja dengan baik, cara proses kerja yang baik dan benar. Perumusan masalah pada laporan ini menjelaskan tentang
bagaimana cara pengoperasian mesin secara konvensional
atau non konvesional.
1.2.2 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar tidak menyimpang
dalam pembahasan mengenai semua komponen mesin. Berikut ini adalah pembatasan yang
diperlukan untuk membatasi masalah-masalah dalam penggunaan mesin tersebut :
1.
Benda kerja yang dipakai.
2.
Proses kerja membahas pentingnya keselamatan bekerja, dan kenyaman bekerja.
3.
Pekerjaan teramati dalam kelompok maupun individu.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini
disusun dengan tujuan untuk:
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan
semen
2.
Mengetahui apa saja jenis-jenis semen dan
kegunaanya
3.
Mengetahui bagaimana karakteristik
semen
4.
Mengetahui proses pembuatan semen dalam
industri semen
5.
Mengetahui bagaimana pengaruh atau
dampak dari industri semen terhadap lingkungan.
6.
Mengetahui bagaimana cara menanggulangi
dampak negatif dari industri semen.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan untuk pembuatan laporan proses pembuatan semen adalah
studi pustaka dan studi lapangan. Dimana kedua metode tersebut digunakan untuk
pengambilan data selama praktikum berlangsung.
1.4.1 Studi
Pustaka
Semua pembelajaran tentang materi pengoprasian mesin, memperoleh
pembelajaran tersebut dari buku modul.
Dimana
setelah proses pembelajaran melalui modul kemudian diimplementasikan ke
praktikum teknik sipil dasar.
1.4.2 Studi
Lapangan
Data yang dapat diamati tentang pembelajaran ini
diambil dari lokasi penelitian maupun dalam ruang laboratorium.
Data juga dapat diperoleh melalui proses praktikum,
dimana setelah melakukan proses praktikum dapat memperoleh data
atas suatu praktikum tersebut.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika
penulisan laporan yang dibuat berdarkan hasil dari data yang telah dilakukan
selama proses pembuatan. Berikut adalah
sistematika penulisan yang digunakan pada penyusunan laporan akhir ini.
BAB
I PENDAHULUAN
Berisi mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan
umum, tujuan khusus, dan sistematika penulisan.
BAB
II LANDASAN TEORI
1.
Berisi teori tentang mesin, baik
berupa definisi dan cara pengoperasian serta hal-hal lainnya yang berkaitan
dengan mesin tersebut.
2.
Berisi tentang teori, baik berupa
definisi, jenis-jenis semen dan ciri-ciri dari setiap
jenis semen.
BAB
III PROSES KERJA
Berisi teori tentang proses kerja dari pembuatan material semen,
proses kerja pada pembuatan material
semen, dan proses kerja pembuatan produk yang diinginkan.
BAB
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan dan saran atas
praktikum proses kerja yang telah dilaksanakan oleh praktikan.
Dimana kesimpulan dan
saran diperoleh setelah kita melakukan penelitian
maupun praktikum dalam proses pembuatannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Semen
Semen
berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang
mampu mempesatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang
kokoh atau suatu produk yang mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua
atau lebih bahan sehingga menjadi suatu bagian yang kompak atau dalam
pengertian yang luas adalah material plastis yang memberikan sifat rekat
antara batuan-batuan konstruksi bangunan.
Usaha untuk
membuat semen pertama kali dilakukan dengan cara membakar batu kapur dan tanah
liat. Joseph Aspadain yang merupakan orang inggris, pada tahun 1824 mencoba
membuat semen dari kalsinasi campuran batu kapur dengan tanah liat yang telah
dihaluskan, digiling, dan dibakar menjadi lelehan dalam tungku, sehingga
terjadi penguraian batu kapur (CaCO3) menjadi batu tohor (CaO) dan
karbon dioksida(CO2). Batu kapur tohor (CaO) bereaksi dengan
senyawa-senyawa lain membemtuk klinker kemudian digiling sampai menjadi tepung
yang kemudian dikenal dengan Portland. Semen portland adalah semen yang
paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland yang digunakan di
Indonesia harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau standar Uji Bahan Bangunan
Indonesia 1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar
tersebut.
Semen
merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik
di sektor konstruksi sipil. jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen.
Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika
digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah
mengeras akan menjadi beton keras (concrete).
2.2 Jenis-Jenis Semen
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks,
dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi
duka kelompok yaitu : 1). Semen non-hidrolik dan 2). Semen hidrolik.
1.
Semen non-hidrolik
Semen non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras
di dalam air, akan tetapi dapat mengeras diudara. Contoh utama dari semen
non-hidrolik adalah kapur.
Kapur
dihasilkan oleh proses kimia dan mekanis dialam. Kapur telah digunakan selama
berabad-abad lamanya sebagai bahan adukan dan plesteran untuk bangunan. Hal
tersebut terlihat pada piramida-piramida di Mesir yang dibangun 4500 tahun
sebelum masehi. Kapur digunakan sebagai bahan pengikat selama zaman Romawi dan
Yunani.
Jenis kapur yang baik adalah kapur putih, yaitu yang
mengandung kalsium oksida yang tinggi ketika maish berbentuk kapur tohor (belum
berhubungan dengan air) dan akan mengandung banyak kalsium hidroksida ketika
telah berhubungan dengan air.
2.
Semen hidrolik
Semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan
mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain kapur hidrolik, semen
pozollan,semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozollan,
semen portland terak tanur tinggi, semen alumina dan semen expansif.
Kapur hidrolik
a. Bahan
Sebagian besar (65%-75%) bahan kapur hidrolik terbuat
dari batu gamping, yaitu kalsium karbonat beserta bahan pengikutnya berupa
silika,alumina,magnesia dan oksida besi.
b. Cara pembuatan
Kapur Hidrolik dibuat dengan cara membakar batu kapur
yang mengandung silika dan lempung sampai menjadi klinker dan mengadung cukup
kapur dan silikat untuk menghasilkan kapur hidrolik. Klinker yang dihasilkan
harus mengandung cukup kapur bebas sehingga massa klinker itu dapat
menghasilkan kapur tohor setelah berhunbungan dengan air.
c. Produksi Kapur di Indonesia
Bahan mentah yang biasa dugunakan sebagai pozollan
yang terdapat di Indonesia umumnya berupa teras bahan, misalnya batu apung yang
dihasilkan dari magma gunung berapi yang mati.
d. Sifat-sifat Kapur Hidrolik
Kapur hidrolik memperlihatkan sifat hidroliknya, namu
tidak cocok untuk bangunan-bangunan didalam air, karena membutuhkan udara yang
cukup untuk mengeras. Sifat umum dari kapur adalah sebagai berikut :
a.
Kekuatannya rendah
b.
Berat jenis rata-rata
1000kg/m3
c.
Bersifat hidrolik
d.
Tidak menunjukan
pelapukan
e.
Dapat terbawa arus
Semen Pozollan
Pozollan adalah sejenis bahan yang mengandung silisium
atau aluminium yang tidak mempunyai sifat penyemenan. Butirannya halus dan dapat
bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu ruang serta membentuk
senyawa-senyawa yang mempunyai sifat-sifat semen.
Semen pozollan adalah bahan ikat yang mengandung
silika amorf, yang apabila dicampur dengan kapur akan membentuk benda padat
yang keras. Bahan yang mengandung pozolla adalah teras, semen merah, abu
terbang, dan bubukan terak tanur tinggi.
Semen Terak
Semen terak adalah semen hidrolik yang sebagian besar
terdiri dari suatu campuran seragam serta kuat dari terak tanur kapur tinggi
dan kapur tohor. Semen terak dibuat melalui proses tertentu yakni penggilingan
yang menyebabkan terak itu bersifat hidrolik, sekaligus berkurang jumlah
sulfatnya yang dapat merusak. Terak tersebut kemudian dikeringkan dan ditambahi
kapur tohor dengan perbandingan tertentu. Seluruh bahan kemudian dicampur dan
dihaluskan kembali menjadi butiran yang halus.
Semen Alam
Semen alam dihasilkan melalui pembakaran batu kapur
yang mengandung lempung pada suhu lebih rendah dari suhu pengerasan. Hasil
pembakaran kemudian digiling menjadi serbuk halus. Kadar silika alumina dan
oksida besi pada serbuk cukup untuk membuatnya bergabung dengan kalsium oksida
sehingga membentuk senyawa kalsium silikat dan aluminat yang dapat dianggap
mempunyai sifat hidrolik.
Semen Portland
Semen portland adalah semen yang paling banyak
digunakan dalam pekerjaan beton. Semen portland yang digunakan di Indonesia
harus memenuhi syarat SII.0013-81 atau standar Uji Bahan Bangunan Indonesia
1986, dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam standar tersebut.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak
digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. jika ditambah
air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen
akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi
campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete).
Pembuatan semen portland dilaksanakan melalui beberapa
tahapan, yaitu :
a.
Penambangan di quarry
b.
Pemecahan di crushing
plant
c.
Penggilingan (blending)
d.
Pencampuran
bahan-bahan
e.
Pembakaran (ciln)
f.
Penggilingan kembali
hasil pembakaran
g.
Penambahan bahan
tambah (gypsum)
h.
Pengikatan (packing
plant)
Proses pembuatan semen portland dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu proses basah dan proses kering.
Semen
portland dibagi menjadi lima jenis yaitu :
Ø Tipe I, semen portland yang dalam
penggunaanya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya.
Ø Tipe II, semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.
Contohnya konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air kotor atau air
tanah atau fondasi yang tertanam didalam tanah yang mengandung garam sulfat dan
saluran air buangan atau bangunan yang berhubungan langsung dengan rawa.
Ø Tipe III, semen portland yang dalam
penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah
pengikatan terjadi.contohnya digunakan pada konstruksi didaerah yang mempunyai
musim dingin.
Ø Tipe IV, semen portland yang didalam penggunaannya
memerlukan panas hidrasi yang rendah. Contohnya digunakan untuk pekerjaan yang
besar dan masif seperti pekerjaan bendung, fondasi berukuran besar atau
pekerjaan besar lainnya.
Ø Tipe V, semen portland yang dalam
penggunaan memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Contohnya
digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut, air buangan
industri, bangunan yang terkena pengaruh gas atau uap kimia. \
Semen Portland Pozollan
Semen portland pozollan adalah campuran semen portland
dan bahan-bahan yang bersifat pozollan seperti terak tanur tinggi dan hasil
residu PLTU. Semen jenis ini biasanya digunakan untuk beton yang diekspos
terhadap sulfat.
Semen Putih
Semen putih adalah semen portland yang kadar oksida
besinya rendah, kurang dari 0,5%. Bahan baku yang digunakan harus kapur murni,
lempung putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir silika. Semen ini
biasanya digunakan untuk membuat keramik dan beda yang lebih banyak nilai
seninya, dan tidak digunakan untuk bangunan struktur.
Semen alumina
Semen alumina dihasilkan melalui pembakaran batu kapur
dan bauksit yang telah digiling halus pada suhu 1600°C. Hasil pembakaran
tersebut berupa klinker dan selanjutnya dihaluskan hingga menyerupai bubuk,
jadilah semen alumina yang berwarna abu-abu. Semen ini digunakan untuk negara
yang mempunyai musim dingin karena kekuatan semen ini akan perlahan-lahan
berkurang apabila suhu lebih dari 29°C.
2.3 Karakterisasi Material Semen
Sifat-Sifat Semen Portland:
a. Hiderasi Semen
Hiderasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen
semen dengan air. Untuk mengetahui hiderasi semen, maka harus mengenal hiderasi
dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam semen ( C2S, C3S,
C3A, C4AF)
b. Hiderasi Kalsium Silikat ( C2S, C3S)
Kalsium Silikat di dalam air akan terhidrolisa menjadi
kalsium hidroksidsa Ca(OH)2 dan kalsium silikat hidrat
(3CaO.2SiO2.3H2O) pada suhu 30oC
2 (3CaO.2SiO2) + 6H2O
3CaO.2SiO2.3H2O + 3 Ca(OH)2
2 (3CaO.2SiO2) + 4H2O
3CaO.2SiO2.2H2O + Ca(OH)2
Kalsium Silikat hidrat (CSH) adalah silikat di dalam
kristal yang tidak sempurna, bentuknya padatan berongga yang sering disebut Tobermorite
Gel.
Adanya kalsium hidroksida akan membuat pasta semen
bersifat basa (pH= 12,5) hal ini dapat menyebabkan pasta semen sensitive terhadap
asam kuat tetapi dapat mencegah baja mengalami korosi.
c. Hiderasi C3A
Hiderasi C3A dengan air yang berlebih pada
suhu 30oC akan menghasilkan kalsium alumina hidrat (3CaO. Al2O3.
3H2O) yang mana kristalnya berbentuk kubus di dalam semen karena
adanya gypsum maka hasil hiderasi C3A sedikit
berbeda. Mula-mula C3A akan bereaksi dengangypsum menghasilkan sulfo
aluminate yang kristalnya berbentuk jarum dan biasa disebut ettringite namun
pada akhirnya gypsum bereaksi semua, baru terbentuk kalsium
alumina hidrat (CAH).
Hiderasi C3A tanpa gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3+ 6H2O
3CaO. Al2O3. 6H2O
Hiderasi C3A dengan gypsum (30oC):
3CaO. Al2O3 + 3 CaSO4+
32H2O
3CaO.Al2O3 + 3
CaSO4 + 32H2O
Penambahan gypsum pada semen dimaksudkan untuk menunda
pengikatan, hal ini disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada
permukaan-permukaan Kristal C3A.
d. Hiderasi C4AF (30 H2O oC)
4CaO. Al2O3. Fe2O3+
2Ca(OH)2+10H2O
4CaO.Al2O3.6H2O
+ 3CaO.Fe2O3.6H2O
e. Setting dan Hardening
Setting dan Hardening adalah pengikatan dan penerasan
semen setelah terjadi reaksi hiderasi. Semen apabila dicampur dengan air akan
menghasilkan pasta yang plastis dan dapat dibentuk (workable) sampai
beberapa waktu karakteristik dari pasta tidak berubah dan periode ini sering
disebut Dorman Period (period tidur).
Pada tahapan berikutnya pasta mulai menjadi kaku
walaupun masih ada yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable).
Kondisi ini disebut Initial Set, sedangkan waktu mulai dibentuk
(ditambah air) sampai kondisi Initial Set disebut Initial Setting Time (waktu
pengikatan awal). Tahapan berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga
didapat padatan yang utuh dan biasa disebut Hardened Cement Pasta. Kondisi
ini disebut final Set sedangkan waktu yang diperlukan untuk
mencapai kondisi ini disebut Final Setting Time (waktu
pengikatan akhir). Proses penerasan berjalan terus berjalan seiring dengan
waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama Hardening.
Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam
prakteknya sangat penting, sebab waktu pengikatan awal akan menentukan
panjangnya waktu dimana campuran semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan
awal minimum 45 menit sedangkan waktu akhir maksimum 8 jam.
Reaksi pengerasan
C2S + 5H2O
C2S. 5H2O
C3S + 5H2O
C2S6. 5H2O + 13 Ca(OH)2
C3A+ 3Cs+ 32H2O
C3A. 3Cs+.32H2O
C4AF + 7H2O
C3A.6 H2O+ CF. H2O
MgO+ H2O
Mg(OH)2
f. Panas Hiderasi
Panas hiderasi adalah panas yang dilepaskan selama
semen mengalami proses hiderasi. Jumlah panas hiderasi yang terajdi tergantung,
tipe semen, kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen.
Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas hiderasi
yang besar kemungkinan terajadi retak-retak pada beton, hal ini disebabkan oleh
fosfor yang timbul sukar dihilangkan sehingga terajdi pemuaian pada proses
pendinginan.
g. Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen,
diantaranya:
Drying Shringkage ( penyusutan karean pengeringan)
Hideration Shringkage (penyuautan karena hiderasi)
Carbonation Shringkage (penyuautan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton
adalah Drying Shringkage, penyusutan ini terjadi karena penguapan
selama prosessetting dan hardening. Bial besaran
kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari. Penyusutan
ini dioengaruhi juga kadar C3A yang terlalu tinggi.
h. Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uaap air dan
CO2 dan dalam jumlah yang cukup banyak sehigga terjadi
penggumpalan. Semen yang menggumpal kualitasnya akan menurun karena
bertambahnya Loss On Ignition (LOI) dan menurunnya
spesifik gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu pengikatan dan
pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set.
Loss On Ignation (Hilang Fajar)
Loss On Ignation dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mneral
yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada
batu setelah beberapa tahun kemudian.
i.
Spesifik Gravity
Spesifik Gravity dari
semen merupakan informasi yang sangat penting dalam perancangan beton. Didalam
pengontrolan kualitas Spesifik gravitydigunakan untuk mengetahui
seberapa jauh kesempurnaan pembakaran klinker, dan juga menetahui
apakah klinker tercampur dengan impuritis.
j.
False Set
Proses yang terjadi bila adonan mengeras dalam waktu singkat. False
Setdapat dihindari dengan melindungi semen dari pengaruh udara luar,
sehingga alkali karbonat tidak terbentuk didalam semen.
2.4 Dampak dan Penanggulangan dari
Industri Semen
Industri semen merupakan salah satu penyumbang polutan
yang cukup besar pada pencemaran udara seperti emisi gas dan partikel debu.
Dalam proses produksi industri semen sebagian besar menggunakan bahan bakar
fosil, jadi menimbulkan dampak gas rumah kaca. Disamping itu, dalam proses
produksi industri semen juga memberikan dampak fisik secara langsung baik pada
Pekerja dan Masyarakat sekitar, yaitu dampak tingkat kebisingan serta getaran
mekanik dari rangkaian proses poduksi semen.
Limbah
yang terbesar dari industri semen atau pabrik semen adalah debu dan partikel,
yang termasuk limbah gas dan limbah B3. Udara adalah
media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi
pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur
kimia seperti O2, N2, NO2,CO2, H2 dan Jain-lain. Penambahan gas ke dalam udara
melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas
udara.
Zat-Zat
yang Mempengaruhi Pencemaran Udara
Limbah
yang terbesar dari industri semen atau pabrik semen adalah debu dan partikel,
yang termasuk limbah gas dan limbah B3. Udara adalah media pencemar
untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi pabrik keluar
bersamaan dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur-unsur :
1.
CO (Karbon Monoksida)
Formasi
CO merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses
pembakaran di dalam ruang bakar mesin diesel. Percampuran yang baik antara
udara dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan
Turbocharge merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon
monoksida yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya
berat janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena
itu strategi penurunan kadar karbon monoksida akan tergantung pada pengendalian
emisi seperti pengggunaan bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida
menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar.
2.
Nitrogen Dioksida (NO2)
NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar
NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan
sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan
oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100%
kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang.
Percobaan dengan pemakaian NO2 dengan
kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam
bernafas.
3.
Sulfur Oksida (SOx)
Pencemaran
oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang
tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur
trioksida (SO3), yang keduanya disebut sulfur
oksida (SOx). Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistem
pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi
pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih,
bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm.
SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi
kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit
khronis pada sistem pernafasan kadiovaskular.
4.
Ozon (O3)
Ozon
merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen
dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di
alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan ozon sangat berguna untuk
melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk di udara pada
ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang gelombang 242
nm secara perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom
oksigen, tergantung dari jumlah molekul O2 atom-atom
oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon menyerap radiasi sinar matahari
dengan kuat di daerah panjang gelombang 240-320 nm.
5.
Hidrokarbon (HC)
Hidrokarbon
di udara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru
yang disebut plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di
daerah industri dan padat lalu lintas. Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan
menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker.
6.
Khlorin (Cl2)
Gas
Khlorin ( Cl2) adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat
jenis gas khlorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen khlorida
yang toksik. Gas khlorin sangat terkenal sebagai gas beracun yang digunakan
pada perang dunia ke-1.Selain bau yang menyengat gas khlorin dapat menyebabkan
iritasi pada mata saluran pernafasan. Apabila gas khlorin masuk dalam jaringan
paru-paru dan bereaksi dengan ion hidrogen akan dapat membentuk asam khlorida
yang bersifat sangat korosif dan menyebabkan iritasi dan peradangan. Gas
khlorin juga dapat mengalami proses oksidasi dan membebaskan oksigen seperti
pada proses yang terjadi di bawah ini.
7.
Partikulat Debu (TSP)
Pada
umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang
dapat langsung masuk ke dalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini
bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak
berbahaya, karena partikulat yang lebih besar dapat mengganggu saluran
pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi.
8.
Timah
Logam
berwarna kelabu keperakan yang amat beracun dalam setiap bentuknya ini
merupakan ancaman yang amat berbahaya bagi anak di bawah usia 6 tahun, yang
biasanya mereka telan dalam bentuk serpihan cat pada dinding rumah. Logam berat
ini merusak kecerdasan, menghambat pertumbuhan, mengurangi kemampuan untuk
mendengar dan memahami bahasa, dan menghilangkan konsentrasi. Zat-zat ini mulai
dari asbes dan logam berat (seperti kadmium, arsenik, mangan, nikel dan zink).
Dampak
negatif yang dapat dihasilkan pabrik semen tersebut yaitu :
Salah
satu dampak negatif dari industri semen adalah pencemaran udara oleh debu.
Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri semen terdiri dari debu
yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku, debu selama proses
pembakaran, dan debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke
pabrik serta bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya. Selain
itu, pabrik semen juga meningkatkan suhu udara dan suara yang ditimbulkan
mesin-mesin dalam pabrik juga menimbulkan kebisingan.
Debu
semen memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan maupun lingkungan hidup.
1. Dampak
negatif bagi kesehatan
2. Iritasi
pada kulit, hal ini dapat terjadi akibat sifat semen yang
abrasive kontak dengan kulit. Prosesnya pun bisa secara langsung maupun tidak
langsung (terlindung maupun oleh keringat).
3. Alergi,
hal ini dapat terjadi bergantung pada tingkat kesensitifan seseorang, alergi
yang dapat timbul akibat debu semen diantaranya: bersin-bersin, susah bernafas
bagi penderita asthma, gatal-gatal.
4. Iritasi
pada mata, hal ini dapat terjadi tergantung pada banyaknya
paparan debu, iritasi yang timbul mulai gangguan mata merah sampai cidera mata
serius.
5. Gangguan
pernafasan, hal-hal yang bisa menjadi faktor penyebab
diantaranya saat mengosongkan kantong semen sehingga debu semen terhirup. Saat
megaduk, menghaluskan atau memotong material campuran semen juga dapat
melepaskan sejumlah debu semen. Untuk jangka pendek dapat menimbulkan iritasi
pada saluran pernafasan, sedangkan untuk jangka panjang dapat menyebabkan
gangguan pernafasan.
6. Dampak
negatif bagi lingkungan hidup
7. Lahan
Penurunan
kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat. Perubahan ini
dari segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang
pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan
dari segi ruang akan mempengaruhi keseimbangan atau keselarasan lingkungan
setempat.
a.
Air
Kualitas
air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa
air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena
erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya
akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan.
b.
Flora dan Fauna
Berkurangnya keanekaragaman flora karena
berubahnya pola vegetasi dan jenis endemic, dan pembentukkan klorofil serta
proses fotosintesis, Sedangkan berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan
tanah dan hewan langka) disebabkan karena berubahnya habitat air dan habitat
tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.
Selain
debu, pabrik semen juga memicu kenaikan suhu udara. Sumber utama
peningkatan suhu udara adalah akibat peningkatan kadar karbon
dioksida (CO2) secara terus menerus pada atmosfer bumi, penyebabnya adalah
meningkatnya laju aktivitas industri (termasuk industri semen), dalam
mengkonsumsi energi – terutama pembakaran bahan bakar fosil – serta
adanya penebangan dan pembakaran hutan, serta penggunan bahan-bahan CFC (Chloro
Fluoro Carbon) sebagai pendingan dan pemantul panas pada industri perkantoran
dan perumahan.
Suara
yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang beroperasi dalam pabrik pun menimbulkan
kebisingan. Udara yang bising dan berlangsung dalam waktu yang relatif lama
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti kerusakan saraf pendengaran,
tili, stress, sulit tidur dan ketegangan jiwa. Kebisingan diatas 50 dB sudah
dapat dianggap kebisingan yang perlu mendapatkan perhatian, karena sudah
menggangu kenyamanan pendengaran.
Kebijakan
Pemerintah dalam Penanganan Pencemaran Udara
This is
the critical point. Kita sebagai masyarakat yang
tidak punya wewenang mengatur pabrik-pabrik, selain menanam pohon di
lingkungan sekitar ataupun rajin olahraga di pagi hari demi kesehatan. Kita
hanya bisa berharap kepada pemerintah untuk mengurus dan mengatur
sarana-prasarana yang menjadi sumber pencemar udara. Pemerintah kita
faktanya memang sudah mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk menangani
masalah pencemaran udara. Mari kita lihat kebijakannya berikut ini :
1. Dasar-Dasar
Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara :
2. Undang-undang No.23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
3. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
4. Undang-undang No.23 tahun
1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
5. Pasal
6 ayat (1) : “setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup”.
6. Pasal
14 ayat (1) : “untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha
dan/ atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup”.
7. Pasal
14 ayat (2) : “ketentuan mengenai baku mutu lingkungan hidup, pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan
pengaturan pemerintah”.
8. Pasal
15 ayat (1) : “setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup”.
Upaya
untuk Mengurangi Dampak Negatif yang Ditimbulkan oleh Pabrik Semen
Dalam
mengatasi limbah hasil industry, kita harus mengetahui jenis limbah yang akan
kita tangani. Untuk limbah dari industry pabrik semen limbahnya berupa limbah
gas. Limbah seperti ini dapat ditanggulangi dengan cara diminimalisasi. Artinya
pihak perusahaan atau pabrik lebih memberlakukan bahan-bahan yang berpotensi menghasilkan
limbah non ekonomis dengan meminimalisasi penggunaannya atau memberikan zat
yang mampu menetralisasi munculnya limbah yang melimpah ruah.
Selain
itu, kesadaran manusia untuk menanggulangi limbah hasil industry sangat
penting. Para pemilik serta pengolah industry adalah pihak pertama yang
seharusnya memiliki kesadaran tersebut tanpa kesadaran dari mereka limbah hasil
industri tidak akan berkurang begitu saja. Berbagai tindakan dan upaya perlu
dilakukan agar pabrik-pabrik di Negara kita bisa menghasilkan produk yang
berkualitas tinggi tanpa menimbulkan limbah yang berbahaya bagi masyarakat
serta lingkungan sekitar.
BAB III
PROSES KERJA
3.1 PROSES PEMBUATAN SEMEN
Proses pembuatan semen dibagi
menjadi 6 tahapan, yaitu sebagai berikut :
1.
Penambangan Bahan Baku
2.
Penyiapan Bahan Baku
3.
Penggilingan Awal
4.
Proses Pembakaran
5.
Penggilingan Akhir
6.
Pengemasan
Flow
Sheet Proses Pembuatan Semen
1.
Penambangan Bahan
Baku
Bahan
baku utama yang digunakan dalam proses
pembuatan semen adalah batu kapur dan tanah
liat. Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di
quarry.
Penambangan
bahan baku merupakan salah satu kegiatan utama dalam keseluruhan proses
produksi semen. Perencanaan penambangan bahan baku sangat menentukan pada
proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara pada kualitas dan kuantitas
semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana dan terkontrol dengan baik
akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target untuk tahap produksi selanjutnya
yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya produksi secara keseluruhan
dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk yang sama yang dihasilkan
oleh pesaing
Persyaratan
kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai
berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah
liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a.
Pengupasan tanah penutup ( Stripping )
b.
Pemboran dan peledakan ( Drilling and
Blasting )
c.
Penggalian/Pemuatan ( Digging/Loading )
d.
Pengangkutan ( hauling )
e.
Pemecahan ( crushing )
Proses
Penambangan Bahan Baku
2.
Penyiapan Bahan Baku
Bahan
baku berupa batu kapur dan tanah liat akan dihancurkan untuk memperkecil ukuran
agar mudah dalam proses penggilingan. Alat yang digunakan untuk
menghancurkan batukapur dinamakan Crusher. Dan alat
yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada
umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari ukuran diameter ( 100 – 1500
mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan diameter ( 5 – 300 mm ) dengan
sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis.
Batu
Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper melewati Wobbler Feeder. Batu
Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat (
500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper melewati Apron Feeder dipotong -2
menggunakan Clay Crusher menjadi
ukuran 95 % lolos 90 mm. Produk dari Limestone
Crusher dan Clay Crusher
bercampur dalam Belt Conveyor dan
ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah
itu raw material akan mengalami proses pre-homogenisasi dengan pembuatan mix
pile. Tujuan pre-homogenisasi material adalah untuk memperoleh bahan baku yang
lebih homogen.
Proses
Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
Bahan
baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen adalah bahan baku penolong
yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi pada mineral Fe2O3
dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan baku penolong
tersebut akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat masuk ke proses
penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix design.
Alat
utama yang digunakan dalam proses penggilingan dan pengeringan bahan baku
adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media pengeringnya adalah udara
panas yang berasal dari suspention-preheater dengan suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical
roller mills merupakan peralatan yang tepat untuk penggilingan dan pengeringan
material yang relatif basah. Penggilingan & pengeringan dapat dilakukan
secara effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical
roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a.
Penggilingan ( Roller & grinding table
)
b.
Pengeringan (gas buang kiln, cooler, AH1)
c.
Pemisahan (Separator)
d.
Transportasi (Gas pengering ID Fan)
Bahan
baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw Mill) pada bagian tengah (tempat
penggilingan), sementara itu udara panas masuk ke dalam bagian bawahnya.
Material yang sudah tergiling halus akan terbawa udara panas keluar raw mill
melalui bagian atas alat tersebut. Material akan digiling dari ukuran masuk
sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan menggunakan gaya centrifugal di
mana material yang diumpankan dari atas akan terlempar ke samping karena putaran
table dan akan tergerus oleh roller yang berputar karena putaran table itu
sendiri.
Kemudian
material akan mengalami proses pencampuran (Blending) dan homogenisasi di dalam
Blending Silo. Alat utama yang digunakan untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan
baku adalah blending silo, dengan media pengaduk adalah udara.
Raw Mill Sebagai Tempat
Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
Dalam
proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan Awal (Preheating)
Setelah
mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu ditampung ke
dalam kiln feed bin. Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal
bahan baku adalah suspension pre-heater.
Suspension
preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan
baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri
dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang
lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir
80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem
dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses
pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses
pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya
teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan
dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension
preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar
(dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses
kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik
baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension
preheater dengan kalsiner.
Suspension
pre-heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu in-line calciner (ILC)
dan separate line calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada
cyclone yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu,
material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan
kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Diameter
kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas
besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar
dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya
menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%.
Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya
dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln
tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai
hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut
dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln
spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
2. Di
dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena
temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga
peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti
dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
3. Dapat
mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal
load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
4. Emisi
NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang
relatif rendah.
5. Operasi
kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
6. Masalah
senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah
diatasi.
b.
Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur
putar atau rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%),
sintering, dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar
adalah 800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar
adalah 1100-1400 oC.
Kiln
berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen,
karena di dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari
bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3
zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi).
Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke
suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln
lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di
dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan
isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut
adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi
batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka jenis batu tahan api
disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
coating antara lain :
1.
komposisi kimia raw mix
2.
konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3.
temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4.
temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5.
bentuk dan temperatur flame
Pada
zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi lebih
mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 %
untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada
kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk
pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln
diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka
kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20 –
30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar
(burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang dibakar
di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya calciner jenis ini
bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari
seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner juga akan
menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone yang lebih tinggi yang
berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara 80%
hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran
di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan
perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler
jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya
listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis
grate.
Pada
kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat dikurangi
hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan sisanya
yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian beban panas yang diderita di kiln
berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena dimensi kiln
sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka secara teoritis
kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5 kali untuk
sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara tertier.
Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per hari (TPD), kiln tanpa udara
tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran
yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi
maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan udara tertier
harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik
tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.
SP
Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran
c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses
pendinginan clinker adalah cooler. Selanjutnya clinker dikirim menuju
tempat penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi
yaitu pan conveyor.
Laju
kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker
yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang
telah terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah
terbentuk di kiln akan berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum
sempat memadat selama proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair
akan memadat dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa
cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang kaya lime akan
terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan juga
mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker.
Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida magnesium
dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat proses
pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang timbul
pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat menunjukkan
daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa cair yang
lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil.
5
Penggilingan akhir
Bahan
baku proses pembuatan semen terdiri dari :
1.
Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2.
Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3.
Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash,
slag, dan lain-lain.
Finish
Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses menggiling bersama antara terak
dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis (untuk pengendalian setting
dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif (pozzolan, slag, dan batu kapur)
yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama memenuhi kualitas dan
spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses
penggilingan terak secara garis besar dibagi menjadi sistim penggilingan open
circuit dan sistim penggilingan closed circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada
gambar ”a” closed circuit dan gambar ”b” open circuit. Dalam open circuit
panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari diameter untuk mendapatkan kehalusan yang
diinginkan. Sedangkan dalam closed circuit panjang shell sekitar 3 kali
diameter atau kurang untuk mempercepat produk yang lewat. Separator bekerja
sebagai pemisah sekaligus pendingin produk semen.
Horizontal
Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling yang sering dijumpai di berbagai
industri semen, meskipun sekarang sudah mulai dijumpai vertical mill untuk
menggiling terak menjadi semen.
Material
yang telah mengalami penggilingan kemudian diangkut oleh bucket elevator menuju
separator. Separator berfungsi untuk memisahkan semen yang ukurannya telah
cukup halus dengan ukuran yang kurang halus. Semen yang cukup halus akan dibawa
udara melalui cyclone, kemudian ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan
ditransfer ke dalam cement silo.
Finish
Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir
6
Pengemasan
Pengemasan
semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan dengan menggunakan zak (kraft dan
woven) dan pengemasan dalam bentuk curah. Semen dalam bentuk zak akan
didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user. Sedangkan semen dalam
bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek.
Tahapan
proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah sebagai berikut:
Silo
semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan sistem aerasi untuk
menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat disebabkan oleh air dari
luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki humiditas tinggi. Setelah
itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan udara bertekanan (discharge)
dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara sebelum masuk ke mesin
packer atau loading ke truck.
BAB 1V
PENUTUP
41 Kesimpulan
Semen
berasal dari kata Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempesatukan
atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh. Beberapa
jenis semen diantaranya semen portland putih, semen portland pozolan, semen
portland / Ordinary Portland Cement (OPC), semen portland campur, semen
masonry, semen portland komposit.
Langkah utama proses produksi semen
diantaranya penggalian, penghancuran, pencampuran awal, penghalusan dan
pencampuran bahan baku, pembakaran, pendinginan klinker dan penghalusan akhir.
Dampak dari industri semen diantaranya
pencemaran lingkungan, polusi udara dan suara, dan lain-lain.
4.2 Saran
Penggalian
dan pengolahan semen sangat mendukung kemajuan suatu Negara, tetapi yang jangan
dilupakan adalah masalah limbah. Untuk mengatasi permasalah tersebut diperlukan
kerjasama dari berbagai pihak, diantaranya:
A.
Industri, diharapkan sebelum membuang limbah pabriknya
harus dimenetralisasinya atau mendaurnya.
B.
Pemerintah, diharapkan melakukan pengawasan yang ketat
terhadap industri-industri, terutama dalam masalah penanggulangan limbahnya.
C.
Masyarakat, diharapkan turut serta dalam melakukan
pengawasan kinerja industri-industri terutama masalah penanggulangan limbahnya.
DAFTAR
PUSTAKA